Ada contoh pengalaman hidup saya yang berhubungan
dengan tanggungjawab yang sampai saat ini saya masih ingat. Dimana penggalaman
tanggungjawab ini saya dapatkan pada saat saya SMP kelas 1.
Ceritanya seperti ini…
Saya bersekolah di MTS atau Madrasah Tsanawiyah Sahid
di Bogor. Di sekolah itu saya diharuskan untuk berasrama dan tentunya banyak
sekali aturan-aturan islami didalamnya.
Saat itu saya masih murid baru di MTS tersebut,
semester satu tepatnya. Peraturan memiliki telepon selular masih diperbolehkan
dan dipegang masing-masing.
Didalam sekolah itu marak sekali yang namanya
adik-kakak-an. Jadi, biasanya senior anak MA (Madrasah Aliyah) disana saat ada
anak baru memilih anak baru tersebut untu dijadikan adiknya. Adik disini bisa
dibilang sebagai teman curhat atau teman dekat namun umurnya lebih muda
sehingga dianggap seperti adik sendiri.
Begitupun dengan saya, saya juga ikut serta dalam
adik-kakak-an yang biasa terjadi di sekolah tersebut. Ada kakak kelas saya yang
saat itu duduk di MA kelas 3 bernama Kak Dadi. Oh ya, didalam sekolah tersebut
letak asrama perempuan dan laki-laki terpisah cukup jauh. Dan kamu dilarang
untuk berkomunikasi jika bukan pada tempatnya.
Kembali ke cerita tadi…
Peraturan penggunaan telepon selular pun ternyata
dibatasi. Kami dilarang untuk berkomunikasi via telpon selular dengan murid
laki-laki. Peraturan itu dibuat oeh kepala asrama saya yang bernama Ustad
Nehri. Beliau bisa dibilang galak dan jutek.
Biasanya, komunikasi adik-kakak-an via telepon selular
terjadi pada malam hari di kamar masing-masing dan secara sembunyi-sembunyi.
Kami takut jika ketahuan dengan Ustad Nehri, handphone kami akan disita dan
kami akan dihukum.
Pada suatu malam saya sms-an seperti biasa oleh kakak
saya yaitu kak Dadi. Tidak ada yang aneh pada malam itu. Kemudian pada pagi
harinya saya bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Handphone pasti saya
tinggal di kamar karena memang tidak diperbolehkan untuk membawa handphone ke
sekolah.
Sepulangnya saya dari sekolah, tidak ada yang aneh
dengan kamar saya. Lalu saya membuka handphone saya. Dan, saya lemas ketika
saya melihat pesan terkirim terakhir ke Kak Dadi yang berisi “Dadi, serahkan
handphone kamu. Ustad Nehri”. Saya langsung bingung tidak tahu harus berbuat
apa. Ustad Nehri adalah orang yang sangat keras, dan beliau pasti mengingat
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh siswanya.
Saya mengirim pesan ke Kak Dadi namun tidak dibalas,
beberapa kali saya coba sms tidak ada jawaban. Akhirnya saya yang saat itu
masih siswa baru ketakutan, takut untuk dihukum. Lalu saya menelpon mama saya
dan menceritakan hal yang telah terjadi.
Betapa terkejutnya saya mendengar jawaban mama saya.
Mama saya bilang bahwa, apa yang telah saya lakukan jika salah harus bisa
bertanggungjawab dengan kesalahan yang dilakukan. Jangan bersembunyi dibalik
orang tua. Dari nasihat mama saya itu saya langsung mempunyai kekuatan untuk
tidak takut akan konsekuensi yang saya akan dapatkan dari apa yang saya
lakukan.
Sorenya di masjid, ustad Nehri berceramah sehabis
solat ashar dan menyinggung saya. Namun ternyata beliau tidak sama sekali
menghukum saya. Beliau hanya mempermalukan saya sedikit dengan menyinggung saya
didepan banyak orang saat berceramah. Saya malu tapi itulah hasil dari
perbuatan saya yang melanggar peraturan.
Belakangan saya ketahui bahwa handphone milih kak Dadi
dibanting oleh ustad Nehri dan melarangnya untuk berhubungan lagi dengan saya.
Pelajaran tentang tanggung jawab itu saya ambil dari
nasihat mama saya yang sampai sekarang saya ingat. Apabila kita ingi melakukan
suatu hal jangan lupa untuk memikirkan akibatnya, dan apabila akibat itu
menimpa kepada kita bertanggungjawablah dan jangan bersembunyi dibalik kekuatan
orang lain.
Sekian J
0 comments:
Post a Comment